Makna koefisien regresi*

By Rahmat Febrianto On Kamis, 04 Desember 2008 At 10.09

*(Saat ini, artikel saya ini dan dua artikel yang lain yaitu ini dan ini telah dipinjam tanpa izin di http://perpusol-samsam.blogspot.com/search/label/AUDITING.)



Persamaan regresi di dalam penelitian akuntansi, terutama yang menggunakan pendekatan positivisme, adalah sebuah persamaan yang paling banyak digunakan. Fitur utama dari persamaan regresi adalah adanya koefisien regresi. Misalnya, di dalam persamaan regresi dengan satu variabel independen, maka koefisien tersebut adalah koefisien estimasi dari persamaan itu:


Y = 0,230 + 3,210X + e


Di dalam contoh di atas, maka koefisien yang dimaksud adalah 3,210.


Ada satu hal yang harus sangat diperhatikan oleh peneliti akuntansi (dan manajemen) ketika menginterpretasi koefisien estimasi sebuah persamaan regresi tersebut.


Sebuah penelitian memiliki dua tujuan: memprediksi dan menjelaskan fenomena. Penelitian akuntansi tidak akan mungkin bisa digunakan untuk memprediksi sebuah fenomena. Ambil harga saham sebagai contoh variabel dependen dan variabel laba akuntansi sebagai variabel independen, estimasi regresinya adalah seperti di atas dengan R-kuadrat 7%. Perlu diingat bahwa R-kuadrat di dalam penelitian yang menggunakan variabel akuntansi tidak akan melebihi 11-16% menurut Baruch Lev (1989).


Dengan koefisien determinasi 7%, maka berarti hanya 7% perubahan harga saham yang bisa dijelaskan oleh laba akuntansi. Artinya, 93% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang diwakilkan oleh error term (e).


Jika demikian, maka apakah pantas kalau kita menekankan interpretasi hasil penelitan pada R-kuadrat? Jawabnya, tentu tidak. Nah, jika R-kuadrat tidak bisa dijadikan fokus perhatian, bagaimana dengan koefisien estimasi X (laba akuntansi)? Apakah kita juga bisa menyimpulkan bahwa "setiap kenaikan laba Rp.1 (atau Rp.1-tergantung satuan laba akuntansi yang kita pakai) juta maka harga saham akan naik Rp.1"? Artinya, apakah kita bisa menggunakan, berdasarkan sampel yang digunakan di dalam penelitian, bahwa kita bisa memprediksi harga saham akan naik Rp.1 jika laba naik Rp.1 juga?


Tentu saja tidak. Maka kita bisa menyimpulkan bahwa manfaat persamaan regresi untuk mengestimasi di dalam akuntansi tidak bisa diaplikasikan. Dengan R-kuadrat yang sedemikian kecil (maksimal hanya 16% menurut Lev), mustahil kita bisa memprediksi perubahan variabel dependen--walau berasumsi bahwa variabel-variabel lain konstan. Masalahnya, asumsi tersebut tidak berjalan di dunia nyata karena kita, di dalam regresi, tidak pernah benar-benar mengendalikan variabel-variabel lain tersebut. Sehingga, regresi untuk tujuan estimasi bukanlah fokus penelitian di akuntansi.


Jadi, fokus penelitian akuntansi hanyalah untuk memberi penjelasan atas hubungan suatu fenomena, yaitu tujuan kedua. Dari persamaan di atas, jika hipotesis penelitian adalah bahwa laba akuntansi berhubungan positif dengan perubahan harga saham, maka simpulan yang bisa ditarik adalah apakah tanda hubungan tersebut (+ atau -) signifikan secara statistis atau tidak. Jika signifikan, maka hipotesis terdukung; jika tidak signifikan, maka hipotesis tidak terdukung. Titik.


Intinya adalah ketika anda menggunakan persamaan regresi untuk menguji sebuah teori anda sebenarnya hanya bisa menggunakan persamaan regresi itu untuk menjelaskan fenomena yang anda amati: apakah sesuai atau tidak dengan teori. Anda tidak bisa menggunakan estimat regresi untuk memprediksi perubahan variabel dependen--kecuali seluruh variabel eksogenus yang potensial berhasil anda identifikasi dan anda isolasi pengaruhnya. Sesuatu yang jelas hampir mustahil dilakukan.




Sleman, Desember 2008


Label: , ,

for this post

 
Blogger fauzan_maestro Says:

Sangat membantu pemahaman kita yang masih sangat terbatas..

 
 
Blogger SITUMBUAK Says:

pembelajaran yang berharga bagi para peneliti, termasuk peneliti-peneliti senior yang sering salah kaprah

 
 
Blogger gal Says:

membantu sekali tulisan bapak, dan ternyata saya pernah ambil kelas spm bapak..hehhehe

 

Leave a Reply