Bagaimana seharusnya pengurutan nama penulis

Di dalam dunia akademik, sangat mudah menemukan sebuah karya ilmiah yang ditulis oleh beberapa penulis. Mungkin bahkan lebih banyak paper yang ditulis oleh lebih daripada satu orang daripada hanya satu orang. Namun, penulis artikel ilmiah yang seorang diri tetap ada dan lazim.


Yang menjadi pertanyaan bagi sebagian orang adalah bagaimana tatacara pengurutan nama penulis pada sebuah karya ilmiah. Misalnya, jika ada dua orang penulis yang berkontribusi terhadap artikel ilmiah tersebut, siapa yang harus disebut pertama dan siapa yang harus disebut kedua, dan seterusnya jika ada lebih daripada satu atau lebih daripada dua orang penulis.


Setahu saya, jurnal menyerahkan kepada para penulis siapa yang harus disebutkan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Artinya, para penulis diminta untuk menentukan siapa yang akan disebut pertama dan siapa yang berikutnya.


Sebagai informasi, di dalam beberapa jurnal, ada ketentuan jika penulis lebih dari dua orang, maka hanya nama penulis yang pertama akan disebut sedangkan nama penulis kedua dan seterusnya hanya akan disingkat et al. atau dkk (dan kawan-kawan di dalam bahasa Indonesia). Artinya, jika suatu hari karya tersebut dikutip oleh orang lain, nama penulis yang akan disebut hanya nama penulis pertama. Misalnya paper yang ditulis Hamdi, Hasan, dan Husin hanya akan dikutip sebagai Hamdi et al. atau Hmadi dkk. Nama dua penulis lain tidak secara eksplisit dikutip.


Lain masalahnya jika penulis hanya ada dua orang. Jika hanya dua orang, maka nama kedua penulis akan disebut di dalam pengutipan karya tersebut. Misalnya, jika paper ditulis oleh Mahmud dan Masykur, maka pengutipan tetap Mahmud dan Masykur.


Kembali ke masalah di atas, siapa yang harus disebut lebih awal dan siapa yang harus disebut lebih akhir?


Jika kita berpijak pada azas kontribusi, maka penyebutan nama diurut dari besaran atau signifikansi kontribusi. Artinya, penulis yang disebut lebih awal berkontribusi lebih besar daripada penulis yang disebut setelahnya. Pemerintah Indonesia agaknya menganut azas ini, sehingga di dalam penghitungan angka kredit dosen atau peneliti, poin kredit yang diterima penulis pertama akan lebih tinggi daripada penulis setelahnya.


Sementara itu, di sebagian negara yang lain, prinsip penghitungan seperti itu tidak dipakai. Di sebagian besar jurnal akuntansi yang saya perhatikan, penyebutan nama penulis adalah secara alfabetis. Anda tahu siapa Ross L. Watts dan Jerold L. Zimmerman, tidak pernah akan menemukan nama Watts setelah nama Zimmerman, walaupun Zimmerman lebih tua dan senior daripada Watts. Penyebabnya, di negara lain, semua penulis dianggap berkontribusi setara, sehingga para penulis tidak terlalu peduli dengan urutan pertama atau kedua.


Saat ini di Indonesia telah secara regular diselenggarakan simposium, seminar, konferensi dan telah ada banyak jurnal yang bersedia menerbitkan paper ilmiah para dosen. Jadi, cukup mudah menemukan paper ilmiah di Indonesia saat ini karena banyak yang akan menampungnya.


Tulisan saya ini didasarkan kepada kejengkelan saya ketika beberapa kali menemukan artikel yang ditulis oleh beberapa orang namun dengan motivasi pencantuman nama yang tidak baik.


Di salah satu konferensi yang saya ikuti, saya menemukan sebuah paper yang ditulis oleh empat orang namun dengan kualitas penulisan yang buruk, banyak salah ketik, dan dengan abstrak yang ditulis oleh seseorang ber-TOEFL 300-an. Jika sebuah paper benar-benar hasil kontribusi empat orang penulis, maka saya yakin tidak sedemikian buruk kualitasnya. Investigasi saya kemudian menunjukkan bahwa tiga di antara penulis tersebut adalah dosen dan satu orang lagi adalah mahasiswa S1.


Si mahasiswa ini ditaruh di urutan ketiga. Saat membaca paper itu saya sangat yakin bahwa paper itu berasal dari skripsi si mahasiswa. Satu atau dua orang dosen yang lain bisa jadi adalah pembimbing skripsinya, namun jelas tidak demikian dengan dosen ketiga. Setahu saya tidak ada tiga orang pembimbing bagi sebuah skripsi, bahka disertasi pun tidak jarang hanya dibimbing oleh dua orang.


Melalui tulisan ini saya hendak memberitahu kepada mahasiswa bahwa ia berhak untuk ditaruh di posisi pertama dari urutan penulis. Adalah sebuah kebanggaan tersendiri jika nama anda disebut di dalam sebuah paper lain di dalam sebuah konferensi maupun tidak. Anda berhak karena anda yang memiliki ide, anda yang bersusah payah diminta untuk merumuskan ide anda, anda yang dihardik dosen, ditolak dosen ketika anda hendak menemuinya dan kalaupun diterima anda hanya diberi waktu 5 menit atau sambil berjalan, dan kemudian disuruh menambahi ini-itu sambil ia mencoreti draf skripsi anda. Oleh karena itu, apapun alasannya, kontribusi andalah yang terbesar.


Bagaimana jika kemudian skripsi itu diminta diterbitkan di jurnal atau konferensi dan si dosen tersebut yang merevisinya, apakah si dosen tidak berhak menjadi penulis pertama?


Jawaban saya, tetap TIDAK. Jurnal atau konferensi manapun selalu memberikan panduan penulisan naskah yang bisa anda penuhi dengan mudah. Anda tinggal mengedit, mengerat, atau menambahi sedikit, maka skripsi anda sudah bisa diterima di jurnal atau konferensi tersebut untuk diseleksi. Apakah pantas seorang dosen kemudian menjadi penulis pertama hanya karena ia memenceti tombol-tombol komputer satu malam saja  untuk sebuah karya yang telah anda tulis berbulan-bulan?


Jujur saya kecewa dengan paper yang saya temukan tadi dan kecewa kepada dosen yang mengangkangi mahasiswanya tersebut. Jika kita bisa meminta mahasiswa kita menulis paper, mengapa kita tidak bersedia meluangkan sedikit waktu untuk itu? Jika kita ingin mendidik mahasiswa untuk jujur, mengapa kita tidak memberi teladan lebih dulu?


Mahasiswa yang membaca tulisan ini dan merasa pernah atau sedang dibujuk oleh dosen anda untuk menyerahkan karya anda untuk sebuah konferensi atau jurnal, saatnya anda menolak bujukan tersebut. Dengan cara yang lebih halus anda bisa meminta agar anda sendiri yang mengedit karya anda tersebut dan mengirimkan sendiri karya tersebut. Jangan anda mau dibodohi dengan ditempatkan sebagai penulis kedua karena sesungguhnya tujuannya hanya agar ia dianggap sebagai penulis utama dan dengan demikian akan mendapat poin yang lebih tinggi. Ketika anda menyerahkan karya anda kepada orang lain untuk ia edit dan kirim, pada saat itu benalu lain akan ikut menumpang.


Saya bersyukur satu paper itu terperiksa oleh saya dan para penulis dengan bodohnya mengungkapkan diri mereka sehingga tiga batang benalu gagal menumpang hidup di dunia akademis Indonesia.




Sleman, 29 September 2010
By Rahmat Febrianto On Rabu, 29 September 2010 At 22.35